HaloFisioterapi

Thoracic Outlet Syndrome (TOS) – Penatalaksanaan Fisioterapi

Thoracic Outlet Syndrome (TOS)

Penatalaksanaan Fisioterapi pada Thoracic Outlet Syndrome (TOS).

Definisi

Thoracic Outlet Syndrome didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang dihasilkan dari kompresi neurovaskular  di area thoraks dan terkadang menyebabkan adanya nyeri pada leher dan ekstrimitas atas, kelemahan, hilangnya fungsi sensoris, paresthesia, bengkak dan perubahan warna.(1,2,3) Outlet thoraks merupakan sebuah area anatomis di area leher bawah yang didefinisikan sebagai “kelompok tiga area” antara klavikula dan tulang rusuk pertama, dimana area ini dilewati oleh beberapa struktur neurovaskular yang penting, seperti pleksus brachialis, arteri subclavian, dan vena subclavian. Kompresi umumnya terjadi di tiga area, yaitu di intercostal-scalene triangle, rongga  costoclavicular, dan rongga retrocoraco-pectoral.(3) Kompresi pada area ini yang memunculkan beberapa gejala seperti nyeri, perubahan warna kulit, kelemahan, atrofi otot dan paresthesia.(4)  

Thoracic Outlet Syndrome diklasifikasikan berdasarkan dengan patofisiologinya dan dibagi kedalam 3 subgrup, yaitu neurogenic thoracic outlet syndrome (nTOS), venous thoracic outlet syndrome (vTOS), dan arterial thoracic outlet syndrome (aTOS). Neurogenic thoracic outlet syndrome (nTOS) disebabkan oleh kompresi dan adanya iritasi dari pleksus brachialis saat melewati outlet thoraks diantara klavikula dan tulang rusuk pertama, atau di area infraclavicular perctoralis minor.  Venous thoracic outlet syndrome (vTOS) atau dikenal juga dengan thrombosis vena axxilary-subclavian atau Paget-Schroetter Syndrome, terjadi karena adanya kompresi berulang pada vena subclavian di area outlet thoraks. Arterial thoracic outlet syndrome(aTOS) disebabkan oleh karena adanya kompresi arteri axxilaris (dan percabangannya) di area outlet thoraks. (5)

Neurogenic thoracic outlet syndrome (nTOS) terjadi pada 95% kasus TOS. Venous thoracic outlet syndrome (vTOS) tejadi pada 3-5% kasus TOS dan arterial thoracic outlet syndrome (aTOS) terjadi pada 1-2% kasus. Neurogenic thoracic outlet syndrome (nTOS) umumnya lebih banyak terjadi pada wanita terutama pada usia remaja hingga 60 tahun. Kasus kompresi pleksus brachialis bawah terjadi sebesar 80% dan plaksus brachialis atas sebesar 20%. Arterial thoracic outlet syndrome (aTOS) dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan dan lebih sering terjadi pada usia remaja. Venous thoracic outlet syndrome (vTOS) lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan  dengan perempuan, dan lebih umum terjadi pada remaja dan orang-orang yang dominan menggunakan ekstrimitas atas mereka.(4)

Patofisiologi Thoracic Outlet Syndrome

Thoracic Outlet Syndrome disebabkan karena adanya kompresi jaringan neurovascular pada area outlet thoraks yang disebabkan oleh adanya variasi otot atau anatomis lainnya. Kompresi tersebut dapat terjadi akibat kombinasi dari anomali pertumbuhan jaringan, cedera, dan aktivitas sehari-hari. Penyebab anatomis dari TOS dapat dibagi menjadi dua, yaitu abnormalitas jaringan lunak dan abnormalitas tulang. (2,3) Abnormalitas jaringan lunak diakibatkan karena adanya variasi origo dan insersio dari otot scalene yang menyebabkan terjadinya kompresi di area interscalene triangle.(2) Abnormalitas jaringan lunak menyebabkan 30-50% kasus TOS,(2) bahkan hingga 70% dari semua kasus. (3) Abnormalitas tulang biasanya terjadi pada tulang rusuk cervical, prosesus transversus C7 yang menonjol, eksostosis, tumor di daerah tersebut, atau kalus dari trauma sebelumnya. Meskipun tulang rusuk leher dapat menyebabkan gejala TOS tanpa adanya trauma, 80% pasien dengan TOS dan tulang rusuk leher menunjukkan perkembangan gejala hanya setelah cedera. (2) Abnormalitas tulang menyebabkan  sekitar 30% dari kasus TOS. (3)

Neurogenic thoracic outlet syndrome (nTOS) disebabkan oleh kompresi dan iritasi pada saraf pleksus brakialis saat melewati interscalene triangle di leher, antara klavikula dan tulang rusuk pertama, atau di ruang pektoralis minor infraklavikula. Mekanisme yang mendasarinya adalah proses berkelanjutan dari cedera berulang yang menyebabkan fibrosis dan hipertrofi otot skalenus atau otot pektoralis minor, diikuti oleh deposisi parut pada saraf pleksus brakialis itu sendiri. Hal ini dapat diperburuk oleh faktor anomali anatomi seperti kelainan muskulotendinosa atau tulang rusuk servikal. (5)

Mekanisme terjadinya venous thoracic outlet syndrome (vTOS) adalah proses penyakit kronis, didukung oleh cedera vena berulang selama menggerakan lengan dan peningkatan pengaturan anatomi normal di ruang kostoklavikula. Ruang ini adalah daerah antara klavikula, tulang rusuk pertama, otot skalenus anterior, dan otot subklavius. Dalam keadaan kronis, keadaan ini digambarkan sebagai siklus cedera dan perbaikan jaringan, dengan deposisi progresif jaringan parut konstriksi perivenosa. Kondisi ini dapat tetap tidak bergejala selama bertahun-tahun, karena tubuh mampu mengembangkan jalur pengeringan kolateral, sampai pembentukan trombus akut di vena subklavia utama berkembang dan menyebar, dan sejumlah besar sirkulasi kolateral terhambat di samping drainase vena utama. Obstruksi vena akut-kronis ini menyebabkan pembengkakan spontan yang tiba-tiba pada seluruh lengan, dengan sianosis, berat, kelelahan dini, dan nyeri saat digerakan. (5)

Arterial thoracic outlet syndrome (aTOS) terjadi karena adanya kompresi pada arteri subclavein. Aneurisma arteri subclavein terbentuk sebagai akibat dari dilatasi post-stenotik dari kompresi arteri subclavein yang berkepanjangan dan berkelanjutan. Hal ini paling sering terjadi sebagai akibat dari adanya abnormalitas tulang, seperti tulang rusuk servikal bawaan atau tulang rusuk pertama hipoplastik. Dilatasi arteri pasca-stenotik menyebabkan degenerasi dinding aneurisma, dengan ulserasi intima dan pembentukan trombus yang rentan terhadap embolisasi distal. (5)

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tanda dan Gejala Thoracic Outlet Syndrome

Tanda dan gejala Thoracic Outlet Syndrome umumnya adalah nyeri pada leher dan ekstrimitas atas, kelemahan, hilangnya fungsi sensoris, paresthesia, bengkak dan perubahan warna. Distribusi nyeri pada kasus nTOS bisa sangat luas, namun umumnya terasa pada leher, trapezius, bahu, lengan dan pada beberapa kasus terasa nyeri dada dan nyeri pada area occipital kepala. Nyeri bersifat tidak radikuler, dan muncul saat beraktivitas. Paresthesia dapat terjadi pada lengan atas dan jari-jari. Dalam beberapa kasus dapat terjadi kelemahan otot, yang mengakibatkan penderita sulit untuk mengangkat tangannya. (1)

Dalam kasus vTOS, pasien akan merasakan nyeri pada lengan atas dan menjalar hingga ke dada serta bahu. Nyeri pada kondisi vTOS sifatnya lebih “dalam” dan akan memburuk saat beraktivitas. Gejala lain yang umumnya muncul adalah adanya bengkak dan warna kebiruan pada ekstrimitas atas. Terkadang akan tampak adanya thrombosis pada vena subclavein dan menyebabkan terjadinya Paget-Schroetter Syndrome, dimana bengkak dan perubahan warna akan menjadi lebih berat. (1)

Pada kasus aTOS, penderita akan merasakan nyeri non-radikuler mati rasa, perubahan warna dan akral terasa dingin. Nyeri jarang terjadi di area leher atau dada. Klaudikasi mungkin terasa saat beraktivitas, namun nyeri hanya akan terasa saat beristirahat, dan semakin memburuk saat mengangkat lengan ke atas melewati kepala. (1) Penderita juga mungkin mengalami fenomena Raynaud’s, dimana penderita akan mengalami perubahan warna kulit, eritema, dan sianosis pada tangan dan jari-jari. (2) 

Pemeriksaan Fisioterapi Thoracic Outlet Syndrome

Pemeriksaan fisioterapi thoracic outlet syndrome yang bisa dilakukan diantaranya :

Observasi

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kondisi TOS, seperti :(1)

  • Inspeksi : Menilai asimetris antara sisi yang sakit dan tidak, menilai tanda bengkak, sianosis, perubahan warna kulit, adanya fenomena Raynaud’s, iskemi ekstrimitas atas, adanya tanda embolisasi perifer, atrofi otot, tanda trauma di area dada, klavikula, bahu,dan tulang rusuk
  • Palpasi : palpasi untuk melihat adanya tanda tenderness, palpasi juga area yang memungkinkan terjadinya kompresi, seperti area supraclavicular scalene triangle atau insersio dari subarachnoid pectoralis minor.

Tes Spesifik

Terdapat beberapa tes khusus yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa TOS, seperti : (6)

1. Tes Adson

  • Prosedur : minta pasien untuk merotasikan kepalanya dan mengelevasikan dagunya ke sisi yang sakit. 
  • Hasil positif (+) :  jika denyut radialis tidak dirasakan, maka komponen vascular terkompresi oleh otot scalene atau rusuk cervical
  • Sensitivitas : 79%
  • Spesifisitas : 74-100%

2. Tes Wright

  • Prosedur : Posisikan lengan pasien hiperabduksi 
  • Hasil positif (+) :  jika tidak ada denyut yang dirasakan, maka arteri axilaris dikompresi oleh otot pectoralis minor atau prosesus coracoideus karena tertariknya komponen neurovaskular
  • Sensitivitas : 70-90%
  • Spesifisitas : 29-53%

3. Evelation Arm Stress Test (Roos test)

  • Prosedur : posisikan lengan pasien abduksi 90⁰, siku fleksi 900, lalu tekan scapula pasien sambal minta pasien untuk membuka dan menutup jari-jarinya 
  • Hasil positif (+) :  jika muncul tanda dan gejala dari TOS dalam waktu 90 detik, maka tes positif
  • Sensitivitas : 52-84%
  • Spesifisitas : 30-100%

Penanganan Thoracic Outlet Syndrome

Berdasarkan penelitian, dalam penanganan kasus thoracic outlet syndrome secara konvensional, dibutuhkan waktu 7 sesi fisioterapi dengan rentang waktu 3- 4 minggu, tapi lama penyembuhan antara individu tentunya berbeda-beda, sesuai dengan tingkat keparahan dari keluhan pasien. Berikut guideline penanganan secara konvensional pada kasus thoracic outlet syndrome:(4)

Apabila kondisi thoracic outlet syndrome tidak kunjung membaik setelah melakukan penanganan konservatif, dengan gejala yang terus berlanjut atau memburuk, atau jika anda memiliki masalah neurologis yang progresif, dokter dan fisioterapis akan menyarankan anda untuk melakukan tindakan pembedahan yang disebut “thoracic outlet decompression”. Pembedahan ini memiliki risiko komplikasi seperti cedera pada pleksus brakialis. Selain itu, pembedahan mungkin tidak menghilangkan gejala anda, dan gejalanya dapat kambuh kembali jika kondisi anatomis jaringan disekitar kembali menjepit saraf ataupun pembuluh darah.

Baca Juga : Fisioterapi pada Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Referensi

  1. Povlsen, S., & Povlsen, B. (2018). Diagnosing Thoracic Outlet Syndrome Current Approaches and Future Directions. Diagnostics (Basel, Switzerland), 8(1), 21. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29558408/
  2. Kuhn, J. E., Lebus V, G. F., & Bible, J. E. (2015). Thoracic outlet syndrome. The Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons, 23(4), 222–232. httpsdoi.org10.5435JAAOS-D-13-00215
  3. Masocatto, N. O., Da-Matta, T., Prozzo, T. G., Couto, W. J., & Porfirio, G. (2019). Thoracic outlet syndrome a narrative review. Síndrome do desfiladeiro torácico uma revisão narrativa. Revista do Colegio Brasileiro de Ciru
  4. Jones, M. R., Prabhakar, A., Viswanath, O., Urits, I., Green, J. B., Kendrick, J. B., Brunk, A. J., Eng, M. R., Orhurhu, V., Cornett, E. M., & Kaye, A. D. (2019). Thoracic Outlet Syndrome A Comprehensive Review of Pathophys
  5. Ohman, J. W., & Thompson, R. W. (2020). Thoracic Outlet Syndrome in the Overhead Athlete Diagnosis and Treatment Recommendations. Current reviews in musculoskeletal medicine, 13(4), 457–471. httpsdoi.org10.1007s12178-020-09
  6. César Fernàndez et al.; Manual Therapy for Musculoskeletal Pain Syndromes; Elsevier, 2016

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *