HaloFisioterapi

Tuberkulosis Paru – Penatalaksanaan Fisioterapi

Tuberkulosis Paru (TBC)

Penatalaksanaan Fisioterapi pada Tuberkulosis Paru.

Definisi

Tuberkulosis paru atau pulmonary tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi akibat mycobacterium tuberculosis (MTB) yang menyerang paru-paru, sehingga memunculkan keluhan dan penurunan kualitas hidup.(1)  Pengobatan TB paru dengan obat sangat efektif, dengan 85% (66 juta kasus) dari kasus yang dilaporkan telah berhasil diobati antara tahun 1995 dan 2015.(2) Namun, hingga setengah dari penderita TB memiliki beberapa bentuk disfungsi paru persisten meskipun penyembuhan telah terjadi secara mikrobiologis.(1) Disfungsi paru, mulai dari kelainan ringan hingga sesak napas berat, dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyebab pernapasan,  berkontribusi secara substansial terserang penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).(1)  Maka dari itu penting untuk melakukan pencegahan sebelum dampak sekunder muncul.

Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Cedera tuberkulosis paru disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis (MTB). Masuknya MTB merangsang respon mediator imun dari remodeling jaringan dan gangguan fungsi paru pada tuberkulosis.(1)

  • Fase Granuloma

Granuloma adalah struktur yang sangat terorganisir yang terdiri dari banyak sel imun (misalnya makrofag, neutrofil, sel pembunuh alami dan sel T dan B) yang mengelilingi inti nekrotik dari makrofag alveolar yang terinfeksi MTB. Granuloma dianggap sebagai pelindung, dengan mengasingkan dan mencegah penyebaran MTB.(1) Namun, satu atau beberapa granuloma yang gagal untuk mengontrol proliferasi MTB dapat secara signifikan mempengaruhi perkembangan penyakit dan hasil klinis.(1,3)

  • Fase Matrix metalloproteinases (MMPs)

MMPs adalah keluarga dari 25 protease kuat yang mendegradasi komponen matriks ekstraseluler. MMPs dapat mempromosikan berbagai tahap remodeling paru-paru selama TB.(1) Namun perlu diketahui bahwa adanya MTB yang tak terkontrol pada fase granuloma mendorong ketidakseimbangan MMP-1 dan inhibitor spesifik (TIMP-3), yang terkait dengan perkembangan daerah konsolidasi di paru-paru ke rongga, dan disregulasi pada MMPs/TIMPs dalam plasma dan cairan pernapasan pasien dengan TB aktif. Dengan demikian, ekspresi dan aktivitas MMP tanpa hambatan (TIMP) dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang pada akhirnya berkontribusi pada PIAT.

  • Inflammatory cytokines

Sitokin berperan mengaktivasi makrofag, yaitu pelindung inang dari TNF-α (pengatur utama respon imun terhadap TB dengan efek pleiotropic). Sitokin juga dapat menyebabkan apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel non-inflamasi yang menghilangkan sel terinfeksi; namun, apoptosis yang diinduksi TNF-α tampak suboptimal untuk kontrol MTB. Namun, MTB dapat merangsang ekspresi inhibitor TNF-α, yaitu reseptor II TNF terlarut (sTNF-RII), dan menghindari apoptosis. Kadar TNF-α yang rendah mungkin bermasalah, karena hal ini telah terbukti menyebabkan aktivasi makrofag tidak efisien dan aktivitas mikrobisida berkurang.  Dengan MTB tanpa hambatan replikasi, peradangan yang berlebihan dan nekrosis dapat terjadi.(1)

  • Fibrogenic cytokines

Perubahan permanen dalam arsitektur paru-paru setelah TB, sebagian karena proses penyembuhan luka yang menyimpang. Deposisi kolagen yang berlebihan dan jaringan parut fibrotik dapat terjadi melalui perjalanan penyakit dan pengobatan TB.  TNF-α mungkin berperan dalam fibrosis jaringan setelah TB. Disregulasi yang terjadi pada fase-fase sebelumnya dapat berkontribusi pada perbaikan jaringan yang menyimpang pada pasien TB, sehingga memunculkan jarikan fibrotic. Proses patologis yang berkontribusi terhadap perkembangan lesi dapat mempengaruhi perkembangan obstruksi aliran udara dan pola ventilasi restriktif dari gangguan paru.(1)

Tanda dan Gejala Tuberkulosis Paru

Gejala dari tuberkulosis paru:(4)

  • Batuk
  • Nyeri dada
  • Demam
  • Malaise
  • Kelelahan
  • Anoreksia
  • Penurunan berat badan
  • Keringat malam
  • Intensitas dispnea yang berbeda

Pemeriksaan Fisioterapi Tuberkulosis Paru

Pemeriksaan fisioterapi tuberkulosis paru yang dapat dilakukan diantaranya:

  • Pengukuran fungsi paru diukur dengan spirometry.
  • Evaluasi kapasitas latihan/ aerobic pasien dengan menggunakan six minutes walking tes (6MWT).
  • Evaluasi health related quality of life (HRQoL) dilakukan melalui St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ).

Dalam mendiagnosa kasus tuberkulosis paru atau pulmonary tuberculosis digunakan pemeriksaan keberadaan bakteri MTB dengan menggunakan BK(-).(5)

Baca Juga : Penanganan Fisioterapi pada Pneumonia

Referensi

  1. Ravimohan S, Kornfeld H, Weissman D, Bisson GP. Tuberculosis and lung damage: From epidemiology to pathophysiology. Eur Respir Rev [Internet]. 2018;27(147). http://dx.doi.org/10.1183/16000617.0077-2017
  2. WHO. Global Tuberculosis Report 2015. Vol. 20th edition. 2015.
  3. Coleman MT, Maiello P, Tomko J  et al. Early changes by 18fluorodeoxyglucose positron emission tomography coregistered with computed tomography predict outcome after Mycobacterium tuberculosis infection in Cynomolgus macaques. Infect Immun. 2014;82:2400–2404. https://doi.org/10.1128/IAI.01599-13
  4. Antonangelo L, Faria CS, Sales RK. Tuberculous pleural effusion: diagnosis & management. Expert Rev Respir Med [Internet]. 2019;13(8):747–59. https://doi.org/10.1080/17476348.2019.1637737
  5. Nogas AN, Grygus IG, Nagorna OL, Stasiuk M ZW. Result of The Physical Rehabilitation of Patient with Pulmonary Tuberculosis. J Phys Educ Sport. 2019;19(1):684–90. doi : 10.7752/jpes.2019.01098

Share:

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on linkedin
LinkedIn

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *